Perjalanan ini adalah kali pertama aku traveling di mana aku sudah berkomitmen penuh untuk menjalani plant-based diet. Siapa sangka, ternyata Jepang, atau kali ini tepatnya adalah Tokyo, merupakan destinasi yang ramah bagi para plant-based eater.
Kalau dipikir-pikir, ini adalah perjalanan terakhir yang sempat aku lakukan tepat sebelum pandemi menyebar di seluruh dunia. Aku berangkat ke Jepang sekitar Februari 2020, menghabiskan waktu seminggu di sana. Tak disangka juga, kalau ternyata, setelah 7 bulan setelahnya, pandemi masih belum reda. Vaksin—tentu saja—belum ditemukan. Indonesia, terutama Jakarta, tertanda hari ini, 14 September 2020, bahkan memberlakukan kembali PSBB karena keadaan darurat—angka penyebaran tak berkurang, tingkat kematian semakin tinggi.
Saat-saat menyenangkan di Tokyo itu seperti sudah lama sekali. Rasanya, seolah terjadi bertahun-tahun yang lalu. Berjalan kaki di padatnya Tokyo, dine-in di restoran-restoran yang ramai, berbincang-bincang dengan traveler lain di tengah jalan, ah, semua terasa seperti saudade. Padahal, ini masih di tahun yang sama: 2020.
Jujur, aku pikir komitmenku pada plant-based diet akan menyusahkan hidupku di Tokyo. Kekhawatiran memang singgah di kepalaku. Maklum, pemula. Namun, ternyata kekhawatiran itu tidak beralasan. Di Tokyo, kita bisa tetap makan enak walaupun plant-based. Banyak sekali pilihan menu plant-based di penjuru Tokyo, yang tidak meninggalkan unsur tradisional dalam kuliner Jepang. Ramen yang plant-based saja ada.
Tokyo adalah tempat yang sangat menyenangkan untuk mengeksplorasi plant-based food dan plant-based restaurant.
Ternyata, sebelum vegan dan vegetarian menjadi sebuah gaya hidup urban di seluruh dunia, masyarakat Jepang secara tradisional sudah menganut pola makan yang berpusat pada sayur-mayur. Dari generasi ke generasi, mereka bahkan telah berupaya menanam sayur-sayuran dan buah-buahan yang organik, bebas pestisida, dan bebas pupuk. Belum lagi menu-menu fermentasi yang jadi semacam pendekatan unik untuk masakan plant-based. Tak ada yang bisa mengalahkan warisan bergenerasi-generasi seperti ini. Karena itulah, Jepang menawarkan makanan-makanan plant-based lezat yang berkualitas.
Tiap kali ke Tokyo, aku selalu memilih penginapan di area Akasaka. Wilayah ini memang dikenal sebagai wilayah komersial dan pemukiman. Namun, hal yang paling kusuka dari Akasaka adalah karena ia berada di tengah dari daerah-daerah yang ingin kukunjungi. Daerah ini ramai dengan penginapan dan restoran, tetapi masih terasa “sangat Jepang” dengan banyaknya kuil dan taman-taman rindang bertebaran.
Sebelum eksplorasi tempat-tempat makan plant-based, aku membiasakan diri mengecek rekomendasi di internet. Tersesat atau tak tahu tujuan itu tak enak rasanya, apalagi di musim dingin seperti kala itu yang sedang dingin-dinginnya. Khusus di Jepang, aku harus teliti mengecek waktu buka restoran karena tiap resto memiliki waktu-waktu beroperasi yang tak terduga dan berlainan.
Aku ingat waktu itu membaca berita tentang outbreak Covid-19 terjadi di Wuhan, Tiongkok. Namun, rasanya pandemi masih jauh. Tokyo bahkan masih tetap sesuai agenda menggelar Tokyo Marathon, meski hanya dibatasi untuk pelari atau atlet, dan bukan orang awam. Sempat ada kekhawatiran, tetapi seringkali khawatir itu raib bersama kenikmatan perjalanan.
NAGI SHOKUDO
Makan malam di hari pertama, perjalanan kuliner plant-based dimulai dengan mengunjungi Nagi Shokudo, Shibuya. Ini adalah salah satu restoran vegan di Tokyo yang sangat terkenal. Ia termasuk dalam TOP 10 restoran vegan di kota itu. Karena itu, tempat ini akhirnya masuk dalam daftar teratas restoran yang harus aku datangi.
Selama di Tokyo, aku berpindah-pindah area dengan menggunakan kereta. Termasuk, ke Nagi Shokudo ini—6 menit jalan kaki dari Shibuya Station. Tak begitu mudah untuk menemukan restoran ini, karena ia terletak di dalam gang. Dari luar, seperti tak ada yang istimewa dari tempat yang kelihatan tak seberapa luas ini. Hanya saja, begitu selesai makan di sini, aduh, rasanya puas. Harga di Nagi Shokudo ini memang sedikit mahal, sekitar JPY1.500 yen untuk menu dinner bersama side dish.
Nagi punya banyak menu yang terkenal di antara pengunjung, seperti teishoku, miso soup, tofu curry, vegetable plates, sampai vegan cake. Waktu itu, aku memesan kari. Rasanya, seperti bukan makan makanan vegan, juga tidak terlalu banyak gluten. Enak banget.
KOMAKI SHOKUDO
Ini adalah salah satu restoran dengan konsep interior bergaya kamakura yang ada di Akihabara. Restoran ini dikenal menyajikan menu-menu otentik Jepang dengan gaya omotenashi hospitality. Artinya, kita bisa melihat dapur dan pembuatan makanan di hadapan kita. Jujur, tanpa ada yang ditutup-tutupi, seperti arti kata “omotenashi” itu sendiri.
Restoran ini menyajikan menu vegan. Waktu itu, aku memesan braided and fried fu set menu berbahan tahu. Tofunya entah bagaimana terasa seperti daging, dengan siraman saus yang manis juga asin berpadu. Super nyam. Kalau tidak salah ingat, aku menghabiskan JPY1.300-1.600.
CITRON
Aku sempat mencoba restoran Prancis bernama Citron yang letaknya di Minato City. Pemiliknya orang Prancis. Sempat ingin mencoba sesuatu di luar makanan Jepang kala itu. Aku memilih Citron karena menyajikan menu-menu organik, vegan, sembari merasakan ambience Paris di Tokyo. Kebetulan, aku waktu itu ditemani oleh seorang teman, seorang DJ yang memang asal Jepang.
Pilihan jatuh ke macaroni dan pumpkin soup. Rupanya, ini pilihan yang paling tepat saat itu karena seperti sudah jodoh, winter yang dingin selalu butuh pelukan sup yang hangat.
KYUSHU JANGARA
Aku bisa langsung mengakui tanpa malu-malu kalau warung ramen ini adalah tempat makan favoritku. Bayangkan, warung ramen yang sederhana, tak seberapa luas, tak meriah, tapi ramennya *chef’s kiss* memuaskan.
Kyushu Jangara di Akihabara ini memang bukan khusus ramen vegan, tetapi ia menawarkan menu vegan. Kuahnya berasal dari jamur, dan lezatnya tak kalah dengan kuah berkaldu daging. Jangara ini sebetulnya warung ramen gaya hakata yang memiliki banyak cabang, tapi salah satunya bisa ditemukan di Akihabara.
LOVING HUT VEGAN CUISINE
Kalau tak salah ingat, di Jakarta juga ada restoran bernama sama dengan restoran yang terletak di Chiyoda, Tokyo. Sekali lagi, ini bukan restoran besar nan mewah. Bentuknya kecil dan hangat. Restoran ini menyajikan menu vegan dan menawarkan buffet.
Restoran ini seru. Mulai dari sup sampai dumpling, semua vegan nan lezat. Kebetulan, di hari aku datang, ada menu all you can eat dan membayar hanya JPY 1.700.
COCO ICHIBANA
Ada notifikasi sangat jelas di lembaran menu restoran ini: semua menu tidak mengandung daging atau turunannya. Aku tersenyum, karena hati langsung tenang memilih menu apa pun yang ada di Coco Ichibana, Shinjuku.
Coco Ichibana ini adalah tempat makan yang punya spesialisasi kari bergaya Jepang. Dan, sudah bisa ditebak, aku memang memesan nasi kari waktu itu. Halal dan enak.
T’S TANTAN
Sekali lagi, tidak perlu takut tidak bisa merasakan masakan ikonik Jepang jika kamu vegan. Di T’s Tantan ini misalnya, aku akhirnya menemukan tempat makan ramen yang khusus serba vegan. Tidak hanya ramennya saja, gyozanya pun vegan.
Signature dish dari T’s ini adalah tantan ramen, dan itu pula yang aku pesan waktu itu—selain juga kupesan gyoza. Ada beberapa menu lain yang populer di antara pengunjung, sebetulnya. Yaitu, salad dan kari, tapi aku kukuh kepada si dua itu. Ini sahih jadi salah satu ramen vegan paling enak yang pernah aku coba.
Aku juga sempat menjajal kushiyaki, kuliner sate-satean khas Jepang versi vegan (jamur, dll) yang dekat dengan penginapan. Dilengkapi dengan saus, kushiyaki ini renyah dan segar banget jika dicocol sausnya yang bersawi.
Namun, di luar restoran-restoran di atas, ada satu restoran yang sayang sekali tak sempat aku sambangi, padahal penasaran. Namanya 8ABLISH. Konon, ia adalah salah satu restoran vegan yang recommended di Tokyo. Hanya saja waktu itu tutup, dan aku tidak sempat lagi kembali.
Selama perjalanan ini, aku sempat bertemu dengan banyak turis dari berbagai negara, mulai dari Prancis, Eropa, hingga Tiongkok yang beragama Buddha, di restoran vegan. Sebagian besar sama sepertiku, tak merasakan kesulitan sedikit pun untuk menikmati makanan plant-based selama di Jepang.
Aku pikir tadinya akan sengsara (soal makanan), tapi ternyata tidak. Sebagai plant-based eater pemula, trip ini membuka mata kalau menu vegan enak-enak! Kalau ada teman-teman vegan yang juga berencana traveling ke Jepang dan punya kekhawatiran serupa, jangan khawatir. Percayalah, percaya pada Jepang soal menu plant-based yang segar dan lezat.